Home -- Indonesian -- Perform a PLAY -- 087 (I don’t want to live any more)
87. Saya tidak mau lagi hidup
Rapot sudah dibagikan di sekolah. Sandra sangat senang sekali. Dia tidak sabar menunggu saatnya untuk menunjukkan nilai-nilainya yang bagus kepada orangtuanya. Tetapi Kyle merasa sangat berbeda. Dengan diam dia memasukkan semua barangnya ke dalam tas sekolahnya.
Ben: "Hei Kyle, apakah kamu mau ikut bermain sepeda di dekat bukit sore ini?"
Kyle: "Tidak, tidak hari ini."
Ben: "Jangan malas begitu. Apa kamu mau menginap di sekolah?"
Kyle: "Pergilah sendiri. Aku tidak mau pulang. Nilaku Matematikaku D. Nilai bahasa Indonesiaku F. Kalau ayahku melihatnya, dia pasti akan sangat marah sampai bisa membunuhku. Lebih aku membunuh diriku sendiri saja. Aku tidak mau hidup lagi. Aku terlalu bodoh dan tidak ada orang yang suka kepada seorang anak yang bodoh."
Ben: "Jangan bicara macam-macam begitu. Ayahmua sangat mengasihimu. Dia sering memberikan banyak hadiah kepadamu."
Kyle: "Ayahku? Dia hanya mengasihi dirinya sendiri dan pekerjaannya saja. Semua yang lain sama sekali tidak penting baginya."
Ben: "Ayahku tidak selalu baik juga. Kadangkala dia hanya memberikan perhatiannya kepadaku kalau aku melakukan kesalahan saja. Saat itulah dia mulai berteriak-teriak kepadaku. Aku sedih sekali. Aku juga pernah merasa seperti mau mati saja."
Kyle: "Bagaimana perasaanmu kalau mengingat hal itu sekarang?"
Ben: "Sekarang aku mengenatahu bahwa Tuhan Yesus ada. Dia mengasihi aku, bahkan kalaupun aku gagal. Aku bisa selalu pergi kepada-Nya meski nilai-nilaiku tidak sempurna. Dia sahabatku. Dan meskipun aku tidak bisa melihat Dia, aku tahu bahwa Dia selalu menyertai aku. Aku tidak harus selalu kuat; kadangkala aku juga menangis di hadapan-Nya. Tetapi itu membuat aku merasa sangat lega."
Kyle: "Kamu beruntung sekali! Aku hanya bisa berharap bisa merasakan yang demikian juga."
Ben: "Mari kita pergi bersepeda ke atas bukit itu dan kita bisa berbicara. Perlukah aku ikut bersamamu ke rumahmu? Mungkin ayahmi tidak akan terlalu marah kalau ada orang lain."
Kyle: "Itu ide yang bagus. Kamu memang sahabatku yang paling baik."
Ben: "Dan nanti setelah liburan selesai, kita bisa belajar bersama-sama.''
Memang luar biasa bahwa Ben mau menemani sahabatnya itu pulang. Tetapi Kyle tetap saja merasa sangat ketakutan. Kemudian sebuah mujizat terjadi: ayah Kyle tidak menunjukkan kemarahan bahkan setelah dia melihat nilai-nilai di Raport Kyle. Ayah Kyle bahkan mengatakan bahwa ketika dia sekolah dulu, dia juga tidak selalu mendapatkan nilai-nilai yang bagus.
Memang bisa menjadi sulit kalau orangtua mengharapkan anak untuk selalu tampil baik.
Tetapi Yesus sangat berbeda. Dia menerimamu sebagaimana adanya kamu. Dia mengasihi kamu di dalam kekuatan dan kelemahanmu. Dia tahu bahwa kamu bisa melakukan banyak hal dengan baik, tetapi Dia juga tahu hal-hal yang bisa menyulitkanmu. Dia mau menolongmu. Karena itu bersikaplah berani dan percayalah kepada-Nya. Kamu tidak akan otomatis menjadi yang terbaik di kelasmu ketika kamu menjadi percaya kepada Yesus, tetapi Dia akan menolong kamu melakukan yang terbaik bagimu. Dia bisa memberikan kepadamu disiplin dan kesenangan untuk belajar.
Bersikaplah berani dan percayalah kepada-Nya. Kamu bisa melakukan lebih banyak daripada yang kamu pikirkan dengan pertolongan dari Yesus!
Tokoh: Narator, Ben, Kyle
© Copyright: CEF Germany